M. Farobi Abdul Basith
Tanpa kita sadari sebenarnya bangsa kita ini telah kembali ke masa jahiliyah. Coba saja kita lihat sekarang ini para kaum hawa berbondong-bondong memamerkan auratnya, pergaulan bebas terjadi di mana-mana, mabuk-mabukan jadi kebiasaan kembali. Bukankah semuanya kebiasaan kaum jahiliyyah?
* * *
Baru-baru ini orang-orang sibuk berebut untuk jadi pemimpin: berebut kekuasaan dan jabatan. Banyak terjadi kasus-kasus seputar perebutan kekuasaan, kasus yang masih hangat, yang terjadi baru-baru ini, ada seorang caleg membunuh rekannya sendiri gara-gara berebut ”kursi panas” di gedung DPR sana, yang kedengarannya lumayan ”empuk.” Sementara yang sudah jadi DPR sibuk mengurusi hartanya, tanpa mengurusi rakyatnya. Tak cocok sama sekali dengan namanya, ‘Dewan Perwakilan Rakyat’ yang sekarang sudah tak merakyat lagi. Ya, memang seperti itulah kehidupan dunia politik yang sebenarnya lebih kejam dari dunia anak jalanan. Tak ada teman yang abadi di dalamnya. Habis manis sepah di buang.
Ironisnya, orang-orang yang tak punya pengalaman politik ikut berbondong-bondong turut serta mencalonkan diri, seperti yang sedang gencar-gencarnya terjadi sekarang: para artis mencalonkan dirinya sebagai DPR, bupati, gubernur, dll.
Ada jargon Arab yang relevan dengan konteks ini, ”Apabila suatu amanat (tanggung jawab) tidak diserahkan pada ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya”. Tetapi, sepertinya dunia politik ini sangat menarik, sehingga banyak orang yang tidak punya bekal-pengalaman pun ikut tertarik.
Bagaimana bangsa ini bisa maju kalau terus seperti itu? Kepemimpinan dijadikan seperti barang dagangan.
Inilah berhala dewasa ini yang sekarang diperebutkan banyak orang: pangkat, uang, dan jabatan. Tak sedikit orang yang menjadikannya sebagai tujuan hidup.
Tak dapat memungkiri, sejak zaman dahulu jabatan telah jadi salah satu penyebab terpecah belahnya umat, seperti yang terjadi setelah Raja Harun Ar-Rosyid wafat. Kedua putranya: Al-Amin dan Al-ma’mun berperang untuk berebut kekuasaan. Bahkan diantara keduanya saling membunuh. Bila kita menarik lebih ke belakang, perebutan kekuasaan dalam dunia Islam sudah terjadi pasca kematian nabi: kaum Anshor mencoba untuk ”menyerobot” kursi pemerintahan. Ironisnya, peristiwa itu terjadi ketika para sahabat muhajirin sedang berduka atas kepergian nabi. Bahkan peristiwa itu terjadi sebelum nabi dikuburkan. Terlalu panjang untuk mengurai benang kusut tarik-ulur dunia politik yang suram. Dan halaman ini tak bisa menampungnya.
***
Memang benar terbukti apa yang di sabdakan Nabi, ”Dua serigala yang masuk ke kandang kambing kalah ganasnya dibandingkan dengan dua orang yang berebut kepemimpinan.” Ya, memang, apabila dua serigala masuk kedalam kandang kambing, pasti yang terancam hanyalah nyawa dua kambing pula, akan tetapi apabila dua orang berebut kekuasaan yang jadi imbasnya adalah bangsa yang dipimpinnya.
Pemilu tiba pastilah muncul partai-partai baru karena orientasi politikus orang-orang Indonesia hanya kekuasaan, tidak memikirkan masa depan bangsa. Yang mereka pikirkan: bagaimana jalan pintas bias duduk di kursi DPR. Sungguh impian yang memilukan.
Politikus-politikus Indonesia bermoral tikus, mereka berebut dan memuja berhala bernama jabatan. Berbeda dengan para sahabat nabi dulu yang takut sekali apabila ia akan di jadikan sebagai pemimpin karena mereka tahu bahwa nanti di akhirat harus mempertanggungjawabkan jabatannya. Sohabat Umar Bin Khottob ra, misalnya, beliau mengatakan bahwa, ’’Cukup hanya saya saja dari keluarga Khottob yang menjadi khalifah, yang nanti di akhirat dimintai pertanggung jawaban.’’ Padahal putra beliau sangat memenuhi syarat apabila dijadikan pemimpin. Namun, Umar melarangnya karena beliau tahu bahwa tanggung jawab seorang pemimpim amat sangat berat.
Andai, jika saya boleh berandai-andai, caleg-caleg sekarang seperti itu.
Ada sebuah kisah nyata. Di sebuah daerah (yang tak perlu saya sebutkan namanya) ada pemilihan Caleg, dan disitu terdapat empat calon, yang pertama adalah seorang artis, yang kedua penyanyi (roker), yang ketiga orang yang terpelajar, dan yang terahir adalah seorang yang sholeh dan beliau juga seorang hafidz Al-qur’an. Akan tetapi, apa yang terjadi, mungkin masyarakat sudah buta mata hatinya, sehingga mereka sudah tidak bisa membedakan antara haq dan bathil, ternyata yang jadi adalah si Roker tadi karena ia sering kampanye dan bagi- bagi uang. Uang dan jabatan jadi Tuhan banyak orang. Keduanya adalah berhala dwewasa ini dan masa depan. Mereka memuja keduanya seperti kaum Quraisy memuja Lata dan ‘Uzza.