Candu Facebook dan Ibadah Ramadan

Ulum Khotibul Umam*

Facebook media jejaring sosial cukup populer. Di bulan Ramadan ini kedahsyatan candu facebook benar-benar mampu ‘menyihir’ religiusitas jutaan manusia di seantero dunia, hingga banyak orang ‘tersihir’ tak menyadari dirinya telah terjangkit virus perusak ibadah puasa khususnya, dan berbagai ibadah lainnya di momentum yang sering disebut “bulan suci” ini.


Efek Candu

Merajalelanya wabah candu facebook , hingga dalam kondisi berpuasa pun para pecandunya tidak hanya kontinuitas komunikasi bebas dengan lawan jenis bukan muhrimnya. Tetapi lebih kronis lagi terjangkit virus sibuk basa-basi secara terbuka melalui Facebook atau sejenisnya itu, hanya untuk mengharap sanjungan dan pujian sesaat, tidak jelas maksud dan tujuannya. Tidak menyadari telah terjerembab ke dalam kubangan ria(mengharap sanjungan), sum’ah(menginginkan popularitas) atau bahkan ‘ujub(bangga diri) Kesemuanya adalah hal-hal pelanggaran kode etik beribadah, utamanya dalam berpuasa.

Di malam(Ramadan) pun sekian banyak manusia terlena menghabiskan waktunya sia-sia ‘Beribadah malam terbuka’ bersama candu facebook sampai pagi tiba. Memang ada komunitas yang bernar-benar memfungsikan facebook untuk hal-hal positif tapi bisa dihitung dengan jari. Otomatis berbagai hal sangat positif(substansi amaliah Ramadan)pun terpinggirkan, seperti diam-diam tadarrus al-Quran, atau sembunyi-sembunyi menangis kepada Allah SWT di tengah kegelapan malam memohon ampunan dan rahmatNya. Berbagai ibadah pun kurang diperhatikan, bahkan nyata-nyata dikesampingkannya.

Alhasil, dengan dahsyatnya ‘iklan kesalehan diri’ di Facebook itu, memilukannya norma-norma vertikal(menghadap Tuhan) di bulan Ramadan kian tergusur akibat ‘dekapan’ candu Facebook. Kalimat-kalimat ‘religius’ hanya sebatas basa-basi, penghias Facebook. Faktor candu bermain Facebook lebih mendominasi. Kadang kalau sedikit saja berencana beramal baik, dipamerkannya di wall Facebook supaya diketahui oleh banyak orang, mengharap(comment) sanjungan.

Autentisitas Puasa


Diantara orisinilitas keunggulan ibadah puasa adalah upaya khusus untuk melatih keikhlasan makhluk(manusia) mencari ridho khalik(Allah SWT) Menjauhi berburu sanjungan dan pujian dari sesama manusia atau kepentingan sempit duniawi lainnya.

Imam al-Ghozali dalam salah satu karya spektakulernya kitab Ihya Ulum Ad-din, Ia pun membagi puasa ke dalam tiga tingkatan yakni, Pertama: puasa umum yang cukup dengan menahan makan dan minum saja, adalah kelas terendah dalam berpuasa. Kedua: Puasa khusus, selain melaksanakan hal yang pertama, juga disertai menjaga lisan, mata, telinga dang anggota tubuh lainnya dari hal-hal yang dilarang oleh syariat seperti menggunjing dan lainnya, adalah puasa kelas menengah.

Dan Ketiga: Kelas tertinggi dalam berpuasa adalah: Puasa khusus yang lebih khusus, yakni selain menjalankan dua hal di atas tersebut, juga harus menjaga hati, pikiran, dari berbagai syahwat duniawi, diantarnya menjauhkan hati dari ria(mengharap pujian) sum’ah(mencari popularitas)

Menjamurnya fenomena pembajakan momentum bulan suci Ramadan oleh para elit komunitas tertentu dengan mengontrak berbagai media cetak dan elektronik –termasuk menggunakan facebook–, untuk kepentingan politik, ekonomi, dan yang sangat memprihatinkan (sekali lagi) adalah banyaknya masyarakat biasa menjadikan momentum Ramadan untuk basa-basi mengekpos diri seolah-olah ia adalah pribadi religius atau panutan dengan menggunakan facebook, semua itu pengganggu ‘lalu-lintas’ ibadah di bulan Ramadan, tidak patut diteruskan.

Reorientasi Pecandu Facebook


Islam mengajarkan, manusia harus sangat bergembira ketika bulan Ramadan tiba, kegembiraan itu murni semata-mata karena diberi anugerah oleh Allah SWT lahan(bulan Ramadan) untuk menanam berbagai amal kebaikan dengan dilipat gandakan pahalanya, dan patut bersedih ketika bulan Ramadan usai karena kesempatan emas telah pergi. Tidak ada anjuran untuk berlebihan ‘berbasa-basi’ dengan berbagai ‘simbolis Ramadan’ sesama manusia.

Setiap detik di bulan Ramdan penuh keistimewaan yang tidak ditemukan di selain bulan ini. Belum terlambat, setiap individu –tidak hanya pecandu facebook—perlu reorientasi diri dalam beribadah puasa khususnya dan berbagai ibadah kainnya, baik aspek niat maupun metode melaksanakannya, sebelum lebih jauh mengarungi lautan bulan Ramadan ini, untuk berburu berbagai pahala. Dan memang, diantara totalitas fungsi bulan Ramadan adalah momentum untuk introsfeksi diri.

Keikhlasan puasa(dan berbagai ibadah lainnya) jangan sampai tercemari unsur duniawi, apalagi hanya digadaikan dengan basa-basi sanjungan atau ‘popularitas’ sesaat –itupun dari orang yang baru ‘dikenal’ lewat facebook belaka– sungguh semua itu racun pemusnah kualitas ibadah dan mengakibatkan kerugian besar, dengan terkikisnya keikhlasan dan kemaksimalan berbagai ibadah di bulan Ramadan ini.

Waspadalah! Tidak patut candu facebook membius dan mengakibatkan loyo atau bahkan berantakannya ibadah. Nau’dzu billahi mindzalik.

Tidak ada pula ‘asuransi’ akan diberi umur panjang untuk berjumpa dengan bulan Ramadan di tahun depan! Selamat beribadah.

Ulum Khotibul Umam*

*Pengajar di Pesantren asy-Syafi’iyah, Kedungwungu Krangkeng Indramayu, JABAR.

Tulisan ini disampaikan dalam diklat Ramadhan yayasan asy-Syafi’iyyah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Buka obrolan
Hi, ada yang bisa kami bantu?
Jika membutuhkan informasi terkait Pondok Pesantren As-Syafi'iyyah, silahkan klik tombol chat sekarang!