Di Maroko Daging Kurban Tidak Dibagikan Kepada Fakir-Miskin

Laporan langsung Nasrulloh Afandi dari Maroko.

Di Maroko, tradisi Hari Raya Idul Adha adalah momen berkumpul dan makan besar bersama keluarga, seperti identiknya Hari Raya Idul Fithri di Indonesia. Hanya saja, sembelihan hewan kurban tidak dibagikan kepada fakir-miskin maupun golongan lain yang berhak menerimanya.

Di negara penganut madzhab Fikih Maliki ini, daging kurban hanya untuk makan-makan berhari-hari bersama keluarga. Memotong hewan kurban dijadikan tak ubahnya memotong hewan untuk makan-makan bersama keluarga, itulah tradisi masyarakat Maroko yang sangat memprihatinkan.

“Dalam ajaran Madzhab Maliki yang kami anut, sepertiga dari hewan kurban harus dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Tetapi, perselingkuhan tradisi akut telah menjangkiti masyarakat Maroko sejak puluhan tahun silam, mereka tidak membagikannya kepada golongan yang berhak menerimanya,” tutur Dr Al-Amin Mustofa Buchubzah, pengasuh Ma’had Imam Syatibi, Tetouan, Maroko yang juga anggota Parlemen Kerajaan Maroko itu.

Hal, senada juga dikatakan oleh Dr Ali Budchoni, Ia menyayangkan terhadap perselingkuhan tradisi yang akut menjangkit masyarakat Maroko tersebut. “Memang, ada sedikit masyarakat yang membagikan daging sembelihan kurbannya, tetapi sangat sedikit yang melakukannya. Itu pun orang-orang tertentu saja,” tandas dosen bidang ulumul Qur’an Fakultas Syariah Universitas al-Qurawiyyin, Fes, Maroko itu.

Setiap Hari Raya Idul Adha, dapat dipastikan setiap keluarga di Maroko memotong minimalnya satu ekor kambing, jika dalam satu rumah terdiri dari dua keluarga, maka akan memotong dua hewan kurban, jika terdapat tiga keluarga maka memotong tiga hewan, dan seterusnya.

“Satu keluarga minimalnya satu ekor, dan jarang sekali yang membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya”, kata Ustad Muhammad Tuhami, Imam Masjid di Kawasan perumahan Elite, Marrakesh, Maroko.

Bank Kurban


Berawal dari tradisi tersebut, lanjut ustadz Tuhami, para fakir-miskin dan orang kurang mampu tidak mendapat daging kurban di Hari Raya Idul Adha. Akhirnya mereka pun memaksakan diri untuk membeli hewan kurban, meskipun harus hutang sana-sini. Demikian menurut ustad yang juga pernah lima tahun menjadi Imam di Masjid Syeikh Sulaeman al-Jazuli (Masjid di area Makam Syeikh Jazuli pengarang Kitab Dalailul Khoirot yang terkenal di Indonesia)

Tradisi itu pun dimanfaatkan oleh pihak-pihak Bank swasta ataupun perusahaan sejenis yang mengadakan kredit untuk pembelian hewan kurban. Setiap menjelang Idul Adha, di pingir-pinggir jalan dan media-media masa, marak iklan tawaran kredit hewan kurban, dengan berbagai cara yang berbeda-beda untuk memikat nasabah. Mulai kredit 10 bulan, sampai ada yang kredit 20 bulan.

“Ketidakmauan membagikan daging kurban, dan banyaknya fakir miskin yang memaksakan diri untuk memotong hewan kurban, adalah kekeliruan tradisi masyarakat Muslim Maroko, yang sudah mendarah-daging. Meskipun banyak ulama yang menyerukan agar tradisi semacam itu ditinggalkan, tetapi mereka sangat susah merubah tradisinya itu”, Demikian dikatakan oleh mahasiswa pribumi, Abdul Mu’thi yang juga Master studi Islam jebolan universitas Qodi Iyadh Maroko dan dalam proses pendaftaran program doktor studi Islam itu.

Diposting oleh Moh. Achfas El-syifa.


Sumber: www.nu.or.id


Sabtu, 20 November 2010 17:29

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Buka obrolan
Hi, ada yang bisa kami bantu?
Jika membutuhkan informasi terkait Pondok Pesantren As-Syafi'iyyah, silahkan klik tombol chat sekarang!