Abdul Rofie Afandi, S.Ag *
Puasa Ramdlan adalah merupakan salah satu amal ibadah yang diwajibkan oleh Allah kepada ummat Muhammad dan juga kepada Ummat-ummat sebelumnya, hanya saja ketentuan dan waktu pelaksanaannya barangkali yang berbeda. Allah Swt. Tidak sekali-kali mewajibkan suatu amal perbuatan kepada hamba-Nya pasti dibalik kewajiban/perintah itu ada maksud dan hikmah yang disembunyikan. Seperti halnya Allah mewajibkan puasa Ramadlan kepada Ummat Muhammad selama sebulan penuh, adalah sebuah amal ibadah untuk membentuk kepribadian seorang muslim agar menjadi insan yang sempurna. Sempurna ketaqwaanya, sempurna kesabarannya, dan juga melatih seorang muslim agar bisa mengendalikan hawa nafsunya dari segala syahwat atau keinginan yang tidak terpuji.
Disamping itu, dengan melaksanakan puasa Ramadlan diharapkan agar kita semua sebagai seorang muslim dalam jiwa kita tertanam nilai-nilai solidaritas sosial antar sesama. Sebab dengan berpuasa kita bisa merasakan bagaimana nasib orang-orang miskin yang selalu kurang sandang, pangan dan jajan. Sehingga dengan berpuasa Ramadlan kita diharapkan bisa menjadi orang yg dermawan yang peduli akan nasib janda-janda jompo, yatim piatu dan para fakir/miskin lainnya.
Dengan demikian seseorang yang mengatakan bahwa dirinya telah melaksanakan puasa Ramadlan tapi kepribadiannya tidak ada bedanya dengan orang yang tidak pernah melaksanakan puasa Ramdlan dalam artian maksiat kepada Allah masih terus dijalankan, nafsu amarah, nafsu serakah masih tetap dipelihara, bahkan ironisnya yang diberi kelebihan rizqi oleh Allah jadi orang kaya atau ditaqdirkan jadi seorang pejabat tidak pernah peduli dengan penderitaan tetangganya yang selalu menjerit dalam penderitaan dan kemiskinan. Pertanyaanya adalah apakah orang/pejabat seperti itu sudah melaksanakan puasa Ramadlan dengan benar ? Ataukah puasa Ramadlan yang dia kerjakan penuh dengan kepalsuan? Wallahu A’lam hanya Allah yang tahu.
Prof. Dr. Asy-syeh Jamaluddin Al-qosimi Ad-dimiski dalam sebuah kitabnya “Al-Mauidzotul Mu’minin” beliau mengatakan bahwa rahasi (Hikmah) puasa itu ada 6 (enam) :
1. Dengan berpuasa kita semua dilatih agar mencegah mata kita untuk tidak melihat segala sesuatu yang diharamkan oleh syari’at Islam dan atau melihat sesuatu yang dapat melupakan kita untuk ingat (dzikir) kepada Allah;
2. Dengan berpuasa kita dilatih agar selalu menjaga lisan/mulut agar tidak berbicara bohong, membicarakan aib orang lain atau mengadu domba;
3. Dengan berpuasa kita selalu menjaga telinga kita agar tidak mendengarkan segala sesuatu yang diharamkan oleh syari’at Islam;
4. Dengan berpuasa kita dituntut agar sebagaian anggota tubuh kita (tangan, kaki) agar tidak melakukan perbuatan haram. Saat perut kita puasa tangan dan kaki juga ikut berpuasa dengan tidak melakukan perbuatan haram dan melangkahkan kaki untuk menuju ke tempat yang diharamkan;
5. Dengan berpuasa kita semua dilatih agar tidak berlebihan dalam urusan makan, minum sekalipun sesuatu yang kita makan/minum adalah merupakan makanan/minuman yang halal dan didapatkan dengan cara yang halal. Sehingga prinsip kita “ Hidup bukan untuk makan tapi makan untuk hidup dan ibadah “;
6. Dengan berpuasa setiapkali kita selesai berbuka puasa maka dalam hati kita agar dibiasakan punya perasaan kawatir/gundah antara rasa takut dan harapan. Karena kita tidak tahu apakah puasa yang kita kerjakan dapat diterima oleh Allah sehingga kita semua termasuk golongan AL-MUKORROBI-IN ( orang-orang yang dekat kepada Allah) Ataukah sebaliknya? Puasa yang kita laksankan tidak diterima oleh Allah sehingga kita semua masuk golongan AL-MUTAKOWWITI-IN (orang-orang yang mendapat murka-Nya). Sehingga puasa yang kita laksanakan selama sehari bahkan sebulan penuh bukannya pahala yang kita dapatkan tapi justru kita masuk dalam golongan orang-orang yang mendapat dosa karena kesalahan kita dalam melaksankan ibadah puasa.
Dalam sebuah hadist beliau Nabi Muhammad Saw bersabda “ Bahwa banyak sekali orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa, namun mereka tidak mendapatkan pahala apa-apa dari Allah kecuali hanya rasa haus dan lapar yang mereka dapatkan “ . Adalah seseorang yang berpuasa namun dia berbuka puasa dengan makanan/minuman yang didapatkan dengan cara yang diharamkan. Dikatakan pula bahwa puasa yang tidak mendapatkan pahala apa-apa dari Allah adalah puasanya seseorang yang menahan diri untuk tidak makan/minum kecuali dari makanan/minuman yang halal tapi dia membatalkan puasanya dengan memakan daging sesama manusia dengan cara membicarakan aib/kejelekan orang lain (jawa=ngerasani Red.) Karena hal itu merupakan sesuatu yang sangat dilarang oleh agama. Dan sebagian Ulama berpendapat bahwa arti dari hadist tersebut di atas adalah seseorang yang melaksanakan ibadah puasa tapi dia tidak bisa menjaga ke-5 panca inderanya dari segala perbuatan dosa.
Untuk itu, mari kita semua interopeksi diri selama ini perut kita sudah berulang kali melaksanakan ibadah puasa Ramadlan, tapi sudahkah mata kita berpuasa ? Agar tidak melihat hal-hal yang diharamkan. Sudahkah mulut kita berpuasa? Agar tidak berbicara kotor atau ucapan-ucapan yang dapat menyakitkan perasaan orang lain. Sudahkan telinga kita berpuasa ? Agar tidak mendendengarkan hal-hal yang diharamkan. Pertanyaan yang paling berat adalah sudahkan hati kita berpuasa? Agar tidak mengingat urusan duniawi kecuali dalam hatinya hanya mengingat asma Allah, sudahkan hati kita dibersihkan dari segala keinginan-keinginan kotor yang dilarang agama. Jawabannya hanya Allah dan diri kita sendiri yang tahu.
Akhirnya kita hanya bisa berdo’a semoga amal ibadah puasa Ramadlan yang kita kerjakan saat ini dapat diterima oleh Allah Swt. Sehingga kita semua tergolong Al-mukorrobi-in, dan termasuk golongan al-maghfuriin (orang-orang yang diampuni dosanya) Amiin.
*) Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyyah Asy-Syafi’iyyah Kedungwungu.
Tulisan ini telah di muat di Harian Radar Cirebon. Kamis, 3 September 2009.