Menyingkap Manuver Politik Ken Arok

politikHampir luput dari perhatian publik. Bahwa kepiawaian Ken Arok dalam berpolitik itu jauh lebih dominan dibanding dengan kesaktian atau ilmu kanuragannya.

Sejatinya bukan hanya kesaktian atau ilmu kanuragan yang mengantarkan Ken Arok naik Tahta meraih ambisinya untuk menjadi seorang Raja. Akan tetapi, manuver politik kian dominan diperankan oleh Ken Arok untuk menggapai mimpinya, dengan langkah awal menjadi Adipati di Tumapel. Sayangnya kedigdayan dan kesaktian Ken Arok di telinga rakyat lebih besar gaungnya dibanding dengan kepiawaian Ken Arok dalam berpolitik.

Ken Arok yang berasal dari kasta Sudra alias rakyat jelata, Ia sukses mewujudkan mimpinya, bisa menjadi Raja.

Untuk menggapai mimpinya itu, sebelum Ia memainkan politik dari luar(External) Terlebih dahulu Ken Arok memainkan politik Internal(Dari dalam) Tepatnya Ia menggarap Ken Dedes dengan “Manuver Cinta”, terlebih dahulu Ken Dedes dipancingnya untuk bertekuk lutut dalam dekapan panorama Cinta-asmara Ken Arok.

Dalam kondisi itu, manuver selanjutnya adalah, Ken Arok merayu Ken Dedes putri Empu Purwa itu untuk mau “berkoalisi” menumbangkan tahta Adipati Tunggul Ametung — dengan kemasan untuk memuluskan cinta asmara Ken Arok- Ken Dedes–.

Jauh sebelum itu, strategi Ken Arok pun telah tersusun rapih, Ia memulai langkah awal politiknya agar Ia bisa dekat dan (Bisa) Berkoalisi dengan Ken Dedes, kala itu Ia memilih jadi tukang perawat kuda, bukan jadi tukang Kebun atau tukang belanja ke pasar untuk kebutuhan istana tuannya, atau posisi lainnya yang “sekelas” dan memungkinkan untuk ditempatinya.

Karena yang ada di benak Ken Arok , adalah dengan menjadi tukang kuda Ia akan menyiapkan kuda sebagai “kendaran dinas” dikala tuannya mau bepergian atau menyambutnya tatkala tuannya datang, Ia (Akan) Berpeluang untuk bisa mendapatkan kesempatan “berkenalan” dengan Ken Dedes Sang Permaisuri Tunggul Ametung saat itu.

Dan dengan proses lama, sampai akhirnya “koalisi” Ken arok – Ken Dedes pun sukses untuk menumbangkan singgahsana tunggul Ametung.

Cerdiknya lagi, meski Ken Arok lah yang membunuh Tunggul Ametung dengan Keris Empu Gandring. Namun Ia bebas dari jeratan hukum.

Menyadari Dirinya Kurang Sakti

 

Ken Arok memainkan strategi External( Politik di luar keluarga Istana) Ia menyusun kekuatan.

Ken Arok kala itu Ia sadar bahwa kesaktiannya di bawah Adipati Tunggul Ametung yang ingin dibinasakannya itu, sehingga sebagai pendukung kekuatan ekstrnal Ken Arok, dan — Merahasikan tujuan jahatnya pada Tunggul Ametung itu — Ia sowan, bersimpuh di hadapan Mpu Gandring, pembuat keris yang terkenal sakti pada saat itu, “dengan bersilat lidah” memohon dibuatkan keris berkualitas tinggi, dan Sang Mpu pun menyanggupinya.

Fenomena tersebut adalah fakta bahwa strategi politik Sang Ken Arok, jauh dominan dibanding dengan kadar kesaktian yang Ia miliki, yang kala itu Ken Arok jelas-jelas tidak berani tangan kosong untuk berhadapan dengan Adipati Tunngul Ametung.

Ketika tragedi pembunuhan Tunggul Ametung oleh Ken Arok terjadi, cerdiknya lagi, Kebo Ijo lah yang — kala itu— spontan mendapat “sanksi publik”. Karena jauh-jauh hari sebelumnya Ken Arok telah bermanuver dengan meminjamkan Keris Empu Gandring kepada Kebo Ijo, dan telah disaksikan oleh para staf Kadipaten Tumapel bahwa keris itu berhari-hari berada di tangan Kebo Ijo, sebelum Tunggul Ametung Tewas.

Sehingga ketika Tunggul Ametung tewas dan keris tersebut masih menancap di mayatnya, otomatis Rakyat Tumapel memvonis bahwa Kebo Ijo lah pembunuhnya, atas dasar barang bukti tersebut.

Sang sahabat pun dibunuhnya dikorbankan jadi “Kambing hitam” Tak peduli politik Machiaveliannisme pun Ken Arok mainkan, mengorbankan Si Kebo Ijo sahabat karibnya, demi hanya untuk menggapai ambisi politik pribadinya.

Setelah Tunggul Ametung tewas, kala itu Ken Arok aman dari hukuman, akhirnya bukan hanya tahta yang Ken Arok dapatkan, namun juga wanita cantik Ia rengkuh, Ken Dedes yang pada awalnya diperalat untuk kepentingan politik, kini putrinya Empu Purwa itu, Ia pun berada dalam genggaman Ken Arok.

Tidak cukup sampai di situ, selang beberapa lama, Ia pun langsung mendeklarasikan diri sebagai Sang Raja Singosari.

Strategi selanjutnya untuk memperluas kekuasaanya, Ia pun menargetkan untuk meruntuhkan Kerajaan Kediri.

Setelah tewsanya Raja Kertadjadja Sang penguasa Kediri dalam peperangan yang digagas oleh Ken Arok itu, Kediri pun berada dalam kekuasaan Ken Arok, dan Ia memindahkan pusat pemerintahan Tumapel – Singosari ke Kediri.

Betapa piawainya Seorang Ken Arok dalam berpolitik, yang masa mudanya seorang perampok jalanan, kemudian berprofesi sebagai tukang perawat kuda , namun Ia sukses meraih mimpinya untuk menjadi seorang raja.

Setiap langkahnya, Ken Arok selalu dibarengi dengan unsur politis.

Meskipun hukum karma tidak bisa dipungkiri. Ken Arok dan anak-cucunya estafet tewas oleh keris Mpu Gandring, akibat kutukan Sang Mpu Gandring yang sudah bersusah payah membuat keris sakti mandra guna untuk memenuhi keinginan Ken Arok, namun balasannya di dzolimi oleh Ken Arok, Sang Empu dibunuh dengan keris tersebut.
Nasrul Afandi, Marrakech, 28 Juni ’13

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Buka obrolan
Hi, ada yang bisa kami bantu?
Jika membutuhkan informasi terkait Pondok Pesantren As-Syafi'iyyah, silahkan klik tombol chat sekarang!