Redupnya Nur Muhammad, Hancurnya kemanusiaan dan Kebangsaan (Habis)

Dr K.H. Ahmad Najib Afandi, MA*)

Redupnya Nur Muhammad, Bangkitnya Neo Jahiliyah

Kini nur Muhammad itu telah redup dunia dan manusia telah kembali ke era jahiliyah. Kini kehidupan, keluarga, cara kerja dan semua gerak hidup manusia mulai dari anak-anak dan orang tua sudah tidak lagi mencerminkan nilai-nilai ke-Muhammad-an. Semua itu tidak lain akibat faktor manusia, antara lain:

Pertama: Orang sudah tidak lagi menganggap penting mempelajari tauhid sehingga menjadi mudah terpengaruh dengan berbagai nalar dan pemikiran keagamaan yang menurutnya bagus dan menarik, padahaal menyesatkan. Begitu juga mereka sudah menganggap kuno dan tidak lagi penting mempelajari sirah Nabawiyah atau biografi Rasulullah (berbeda dengan tarihk Islam) dan para keluarga serta sahabatnya. Padahal ini kunci kekuatan akidah dan kecintaan anak kepada Allah, Islam dan ajarannya. Karena itulah Rasulullah bersabda:

????? ??????? ??? ???? ???? ?? ????? ??? ??? ???? ?????? ?????? ??? ???? ?????? ?? ?? ???? ??? ???? ??? ??? ?? ?????? ???? ???????? ) ???? ??? ????? ??? ?????? ?? ???? ???????? ?? ?????? ???? ?????? ?? ?????? ?? ??? ??? ???? ???

Artinya: Didiklah anak-anakmu tiga hal: Mencintai Nabi, mencintai keluarganya dan yang terakhir belajar Al Qur’an.

Kenapa belajar Al Qur’an diakhirkan dan mencintai Nabi dan keluarganya didahulukan? Karena dengan mencintai mereka akan tumbuh kecintaan yang selanjutnya akan berubah menjadi kekuatan diri dalam membentuk peribadi yang saleh. Sehingga segala kewajiban seperti belajar Agama dan lainnya akan menjadi mudah. Itulah Nur Muhammad.

Kedua: Hilangnya sifat-sifat keluhuran seperti kejujuran atau As sidq, Al Adl (keadilan), Al Haya (malu), dan sifat-sifat luhur lainnya yang menjadi simbol kebesaran dan keberhasilan dakwah Rasulullah dan yang selalu ia ajarkan dan tanamkan kepada para sahabat dan ummatnya, kini telah musnah. Dengan sifat malunya Rasulullah mampu menjaga kebenaran dan menghindarkan diri dari kesalahan.

Tapi kini mulai dari anak-anak sampai pejabat sudah tidak lagi memiliki sifat malu. Akibatnya kemaksiatan dan korupsi, keluar masuk penjara, membuka aurat, bermesraan di depan oran lain dianggapnya sebagai kebenaran dan kebutuhan dan gaya hidup masa kini yang harus terpenuhi. Padahal sesungguhnya perbuatan tidak malu dengan dosa adalah bukti bahwa orang itu berada pada ujung kehancuran, Rasulullah bersabda:

??? ???? ???? ??? ???? ???? ????: ?????? ???????? ????? ??????? ???? ??? ?????? ??? ?????. ????????? ?????? ????????? ??????? – ? 1 / ? 146

Sifat malu dan iman adalah dua saudara kembar, jika hilang satu maka hilang semuanya. Ini artinya sifat malu adalah bukti keimanan yang akan bisa menjadi bukti keluhuran seseorang baik dihadapan Allah dan orang lain.

Bahkan dalam hadist yang lain Rasulullah menjelaskan bahwa sifat malu adalah simbol keislaman seseorang artinya orang yang tidak memiliki malu berarti ia menghancurkan islam:

??? ???? ???? ??? ???? ???? ???? : ??? ??? ??? ???? ??????? ??????. ??????? ??? ?? ?????? ?? ??????? ????????? – (? 21 / ? 141

Jika sifat malu sudah tidak kita miliki hancurlah dunia dan manusia, dan itu artinya generasi kita sekarang ini telah kembali berada di era jahiliyah.

Ketiga: Hilangnya sifat sabar. Padahal sifat ini telah dicontohkan dan diterapkan oleh Rasulullah selama menghadapi hidup dan dakwahnya yang selalu didera kesusahan dan tantangan, lalu kita juga membuktikan keberhasilannya.

Kini kesabaran itu sudah hampir hilang dalam kehidupan kita. Kebutuhan hidup kita baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan manusia selalu didasari dengan kemauan “kun Fayakun” atau serba instant. Jika berdo’a kepada Allah selalu ingin cepat diterima, jika tidak orang akan segera mengambil jalan pintas dengan bantuan dukun. Begitu juga ketika mencari nafkah, usaha dan bekerja ingin cepat kaya. Jika tidak terwujud mereka akan segera mencari jalan pintas baik dengan cara memusyrikan Allah seperti, membeli tuyul pesugihan dan lainnya.

Bahkan dalam soal mencari ilmu atau belajar orang kini sudah tidak lagi mau bersabar, sehingga dipililah cara pintas dengan membeli ijazah. Padahal pendidikan orientasinya bukan itu tapi ilmu dan amal serta ahlak.

Dari akibat itu semua kini hancurlah nilai-nilai kemanusiaan, Negara dan masyarakat sehingga mengakibatkan banyak orang menjadi “gila” (harta, jabatan, wanita dan kemewahan) dan negarapun menjadi tidak bermartabat. Gaya hidup ini jelas-jelas bertentangan dengan semangat kemanusiaan yang dibawa oleh Rasulullah. Dan sesungguhnya semua itu bukti bahwa kini kita berada di era jahiliyah gaya baru atau neo jahiliyah. Dunianya maju, manusianya terdidik tapi sepi dari nilai-nilai akidah, ahlak dan syariah, inilah jahiliyah jilid kedua.

Dari fakta kebesaran, keluhuran diri dan kesuksesan Rasulullah sebagai pemimpin yang juga manusia biasa, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa untuk mengembalikan dan membangun kembali manusia dan kemanusiaan, ketenteraman hidup dan perdamaian dunia dari kehancuran kita harus kembali menggali dan memahami hikmah maulid dari berbagai aspeknya. Dengan menggali hikmah maulid dan memahaminya InsyaAllah nur Muahmmad akan tetap menyinari hidup kita sehingga dunia dapat kembali bangkit. Karena sesungguhnya Rasulullah lahir dan diutus tidak lain hanya sebagai rahmat bagi sekalian alam. Reaktualisasi Maulidan.

Banyak pula orang mengartikan peringatan maulid Nabi dengan pengertian yang salah, yaitu pesta peringatan hari kelahiran Nabi di bulan Rabiul Awal. Sesungguhnya yang dikehendaki dengan peringatan maulid adalah pembacaan, pemahaman dan penyegaran ulang terhadap nilai-nilai keperibadian dan semangat juang Rasulullah yang harus kita contoh dan kita agungkan. Maulid berarti mengikuti, mengamalkan dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah dalam setiap saat, waktu dan masa. Maulid sesungguhnya tidak terbatas waktu, hari, bulan dan tahun, tapi sepanjang hayat.

Karenanya pantas kalau ulama berbeda pendapat tentang hukum pesta maulid ada yang mengatakan haram (bid’ah) dan ada pula yang mewajibkan, karena mereka melihat dari formalitas pragmatisnya. Namun jika melihat dari sisi normatif dan substansi maulid semua ulama sepakat bahwa pelaksanaan maulid Nabi adalah wajib ‘ain (personal).

Keagungan Rasulullah bukan saja dimata ummatnya tapi telah mencapai wilayah ketuhanan dan malaikat, Allah berfirman:

????? ??????? ??????????????? ?????????? ????? ?????????? ??? ???????? ????????? ???????? ??????? ???????? ??????????? ?????????? [???????/56

Sungguh ini legitimasi nyata bahwa Rasulullah adalah manusia yang luar biasa yang telah mendapatkan posisi terhormat dihadapan penciptanya dan mahluk-Nya yang paling mulia, Malaikat. Allah mengaplikasikan hormat-Nya kepada Muhammad dengan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya yang tidak bertepi. Begitu juga para Malaikat selalu mendoakannya dihadapan Allah. Itulah arti ayat di atas.

Kalau Allah dan Malikat saja ikut “mengadakan” maulid Nabi dengan pengertiaan khusus, dan itu bukan tanpa ada tujuan dan maksud. Maka sudah sepatutnya jika mualidan (dengan pengertian di atas) diwajibkan bagi kita dan itu jelas akan memberikan makna yang besar bagi kita dan dunia bahkan alam semesta.

Maulidan yang sebenarnya kita lakukan adalah implementasi riil atas segala ajaran dan syariat Islam dalam hidup kita. Karena maulidan adalah kunci mendapatakn berkah dan manfaat bagi kedamaian hidup kita dan sekaligus sebagai legalitas keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya, Allah berfirman:

???? ???? ???????? ?????????? ??????? ?????????????? ???????????? ??????? ?????????? ?????? ??????????? ????????? ??????? ??????? . ?? ?????/31

Ayat ini diturunkan ketika pada masa Rasulullah orang-orang mengaku ia mencintai Allah, kemudian Allah menyuruh Nabi Muhammad agar menguji kebenarannya: Katakanlah kepada mereka hai Muhammad, jika engkau mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintaimu.

Itu artinya mengikuti ajaran Nabi Muhammad (maulidan) adalah kunci awal mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan hidup, terbentuknya komunitas yang bebas dari angkara murka dan derita.

Dapat kita bayangkan jika hidup kita di dunia ini tanpa kasih sayang Allah, karena tidak mengikuti ajaran Rasulullah (maulidan), maka dunia ini akan terasa sempit jauh dari keadilan dan perdamaian dan tentu tidak lagi ada kasih sayang diantara kita. Allah berfirman:

???????? ????????? ??????? ???????? ???????????? ???????????? ?????????? ?????? ?????????? [?????/113]

Dalam ayat ini Allah menceritakan nasibnya kaum yang disiksa dengan kesusahan akibat berani menyakiti dan mendustakan (tidak mau maulidan) dengan Rasul Allah yang diutus kepada mereka. Ini pelajaran bagi kita bahwa demi kemakmuran, kesejahteraan, dan dijauhkan dari segala penderitaan hidup kita harus maulidan dengan cara menegakan dan mengamalkan semua ajaran Islam dan itu tidak cukup hanya dengan mengadakan pengajian dan marhabanan. Mempelajari dan melaksanakan semua ajaran Rasulullah lebih tepat disebut maulidan daripada marhabanan atau tahlilan.

Maka untuk mengembalikan kemanusiaan manusia (Insaniatul Insan), stabilitas dan keutuhan bangsa kita dituntut untuk mereaktualisasi nilai-nilai maulid dengan cara mengembangkan pengajaran dan pembelajaran serta pengamalan syariat Islam secara benar dan proposional seperti yang terjadi pada masa Rasulullah. Karena sesungguhnya kehidupan kita saat ini telah berada di daerah yang gelap karena jauh dari nur Muhammad. Untuk itulah kita dituntut untuk mereaktualisasikan semangat dan nilai-nilai maulid sepanjang hidup kita.

*) Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Asy-Syafi’iyyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Buka obrolan
Hi, ada yang bisa kami bantu?
Jika membutuhkan informasi terkait Pondok Pesantren As-Syafi'iyyah, silahkan klik tombol chat sekarang!